Laman

Friday, November 28, 2014

Di Tepi Pagi


Gue tahu, bahwa disetiap rasa kekecewaan selalu diawali oleh adanya pengharapan. Maka disinilah gue, duduk sendiri termenung dengan perasaan yang datang; entah itu kecewa entah itu kehilangan. Rasa yang sebenarnya tak boleh kurasakan. Karena mengharapkan lelaki lain selain orang yang berada disamping gue bukanlah hal yang baik, hal ini pasti akan melukainya. Tapi mungkin ini lebih pengharapan bahwa kedekatan yang terjalin bukanlah untuk waktu yang sekejap dan sesingkat ini. Bukanlah hanya basa-basi belaka. Tapi apa daya, gue menawarkan pertemanan ketika ia mungkin mengharapkan sebuah hubungan. Tak ada jalan lain selain menghilang baginya, sejujurnya mungkin ini adalah jalan terbaik. Terluka sebelum luka benar-benar terbuka. Sebelum hati benar-benar tergoda.
Pada akhirnya gue disini termenung dengan perasaan sendiri. Termakan oleh keangkuhan sendiri, termakan oleh keyakinan sendiri, terlalu yakin kalo ia menghilang akan baik-baik saja, bahwa ketika ia tahu akan kebenaran gue akan seperti biasanya. Sayangnya tidak begitu. Pada kenyataannya gue disini masih menunggu pesan yang tak kunjung datang. Terlalu sering menatap layar hp, terlalu sering membuka path, namun yang gue dapati hanya kosong dan semakin sunyi. Sunyi ini merdu sekali. Merenung melambatkan bulir darah.
Yang gue dapati ternyata hati gue masih enggak sanggup buat kehilangan dia. Gue masih membutuhkan dia. Bahkan hanya untuk sekedar pesan singkat yang penuh basa-basi dan kata “oh gitu ya” dan “hahaha”. Tapi sekali lagi apa daya, gue hanya bisa menawarkan pertemanan dan persaudaraan ketika ia mungkin mengharapkan sebuah hubungan. Maka disinilah gue, tersiksa dengan perasaan sendiri. Gue, manusia yang paling enggak sanggup buat kehilangan orang. Gue, manusia yang sangat serakah. Gue, yang enggak pernah sanggup mengontrol perasaan sendiri. Dan gue, manusia yang selalu berpura-pura tegar.
Untuk kamu ditepi pagi.

No comments:

Post a Comment