Gue tahu, bahwa disetiap rasa kekecewaan selalu diawali oleh
adanya pengharapan. Maka disinilah gue, duduk sendiri termenung dengan perasaan
yang datang; entah itu kecewa entah itu kehilangan. Rasa yang sebenarnya tak
boleh kurasakan. Karena mengharapkan lelaki lain selain orang yang berada
disamping gue bukanlah hal yang baik, hal ini pasti akan melukainya. Tapi
mungkin ini lebih pengharapan bahwa kedekatan yang terjalin bukanlah untuk
waktu yang sekejap dan sesingkat ini. Bukanlah hanya basa-basi belaka. Tapi apa
daya, gue menawarkan pertemanan ketika ia mungkin mengharapkan sebuah hubungan.
Tak ada jalan lain selain menghilang baginya, sejujurnya mungkin ini adalah
jalan terbaik. Terluka sebelum luka benar-benar terbuka. Sebelum hati
benar-benar tergoda.
Pada akhirnya gue disini termenung dengan perasaan sendiri.
Termakan oleh keangkuhan sendiri, termakan oleh keyakinan sendiri, terlalu
yakin kalo ia menghilang akan baik-baik saja, bahwa ketika ia tahu akan
kebenaran gue akan seperti biasanya. Sayangnya tidak begitu. Pada kenyataannya gue
disini masih menunggu pesan yang tak kunjung datang. Terlalu sering menatap
layar hp, terlalu sering membuka path, namun yang gue dapati hanya kosong dan
semakin sunyi. Sunyi ini merdu sekali. Merenung melambatkan bulir darah.
Yang gue dapati ternyata hati gue masih enggak sanggup buat
kehilangan dia. Gue masih membutuhkan dia. Bahkan hanya untuk sekedar pesan
singkat yang penuh basa-basi dan kata “oh gitu ya” dan “hahaha”. Tapi sekali
lagi apa daya, gue hanya bisa menawarkan pertemanan dan persaudaraan ketika ia
mungkin mengharapkan sebuah hubungan. Maka disinilah gue, tersiksa dengan perasaan
sendiri. Gue, manusia yang paling enggak sanggup buat kehilangan orang. Gue,
manusia yang sangat serakah. Gue, yang enggak pernah sanggup mengontrol
perasaan sendiri. Dan gue, manusia yang selalu berpura-pura tegar.
Untuk kamu ditepi pagi.
No comments:
Post a Comment